Rabu, 27 Februari 2013

JENIS TANAMAN PENEDUH



WARU ATAU BARU
Waru atau baru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal sebagai waru laut telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Tumbuhan ini asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii),
purau (bahasa Tahiti).
Pengenalan
Pohon kecil, tinggi 5–15 m. Di tanah yang subur tumbuh lebih lurus dan dengan tajuk yang lebih sempit daripada di tanah gersang
Daun bertangkai, bundar atau bundar telur bentuk jantung dengan tepi rata, garis tengah hingga 19 cm; bertulang daun menjari, sebagian tulang daun utama dengan kelenjar pada pangkalnya di sisi bawah daun; sisi bawah berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bundar telur memanjang, 2,5 cm, meninggalkan bekas berupa cincin di ujung ranting.
Bunga berdiri sendiri atau dalam tandan berisi 2–5 kuntum. Daun kelopak tambahan bertaju 8–11, lebih dari separohnya berlekatan. Kelopak sepanjang 2,5 cm, bercangap 5. Daun mahkota bentuk kipas, berkuku pendek dan lebar, 5–7,5 cm, kuning, jingga, dan akhirnya kemerah-merahan, dengan noda ungu pada pangkalnya. Buah kotak bentuk telur, berparuh pendek, beruang 5 tak sempurna, membuka dengan 5 katup.[2] Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf atau hRf. Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal, hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h) menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Nilai Rf pada bunga waru sendiri sebesar 0,5 Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 sampai 2.000 mm. Waru biasa ditemui di pesisir pantai yang berpasir, hutan bakau, dan juga di wilayah riparian.
Kegunaan
Kayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus, dan tak begitu keras; kelabu kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan dalam tanah, kayu waru ini biasa digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas, ukiran, serta kayu bakar. Dari kulit batangnya, setelah direndam dan dipukul-pukul, dapat diperoleh serat yang disebut lulup waru. Serat ini sangat baik untuk dijadikan tali.[1]
Daunnya dapat dijadikan pakan ternak, atau yang muda, dapat pula dijadikan sayuran. Daun yang diremas dan dilayukan digunakan untuk mempercepat pematangan bisul. Daun muda yang diremas digunakan sebagai bahan penyubur rambut. Daun muda yang direbus dengan gula batu dimanfaatkan untuk melarutkan (mengencerkan) dahak pada sakit batuk yang agak berat. Kuncup daunnya digunakan untuk mengobati berak darah dan berlendir pada anak-anak.[1]
Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus ikan segar oleh pedagang di pasar dan pedagang ikan keliling. Bunga waru dapat dijadikan jam biologi. Bunganya mekar di pagi hari dengan mahkota berwarna kuning. Di siang hari warnanya berubah jingga dan sore hari menjadi merah, sebelum akhirnya gugur.

1 komentar:

BPP Kalidawir Tulungagung Jatim mengatakan...

Aspek-aspek yang disinggung dlm pembahasan suatu jenis tumbuhan sdh OKEEE:
-Taksonomi
-Sifat botanis (morfologi)
-Ekologi (habitat, penyebaran)
-Kegunaan terpenting
Lebih mantabs jk terpampang nyata gambar pohon Waru nya...
Hutan Indonesia biodiversitas tbh-an sangat tinggi shg Pengenalan Pohon ( dlm Ilmu Kehutanan, dsbt Dendrologi) seperti ini sgt penting krn ) utk :
.Mensistematiskan pengetahuan ttg pohon2 yg banyak jenis & ragamnya
.Memberikan pedoman utk pengenalan jenis-jenis pohon
.Memahami berbagai macam variasi (terutama variasi phenotipe)